Rabu, 11 Desember 2013

Kisah di Balik Buku “The CEO Way: 3 PUNGGAWA TELEKOMUNIKASI INDONESIA”


Alhamdulillaah, Alhamdulillaah.. saat ini kembali menyadari betapa besar nikmat-Nya J Kembali diingatkan bahwa Allah mampu memberikan nikmat (salah satunya: ilmu) dari arah yang tak terduga.. :’)

Ceritanya, malam itu saya dan teman-teman KARISMA ITB mau berangkat menuju pelantikan anggota baru KARISMA ITB. Selagi menunggu pemberangkatan kloter berikutnya, kami duduk sambil bercengkerama di bangku selasar masjid.

Ternyata, malam itu saya bertemu dengan korwat (koordinator akhwat) divisiku (divisi sponsorship) dulu di kepanitiaan IMSS (International Muslim Student Summit) 2012. Ada satu hal yang selalu beliau ucapkan setiap ketemu saya; “Al, bukunya masih di teteh..”. Ya, buku. Alhamdulillaah, selama bergabung di kepanitiaan tersebut, saya sempat sekali mendapat reward bulanan divisi. Bisa dibilang ini semacam metode ketua divisi untuk menyemangati kerja staf-stafnya, dan reward yang diberikan adalah sebuah buku.

Akhirnya, sang korwat-lah yang memberitahuku bahwa ada titipan hadiah buku buat saya. Saya tidak tahu persis buku apa, tapi yang saya tahu dari beliau judulnya ada “CEO” – “CEO”-nya, aja.. hehe. Dan ternyata jawabannya kutemukan malam itu.

Beliau menawarkan saya untuk menunggu beberapa menit di salman sampai ia kembali lagi. Pasalnya ia ingin balik sebentar ke kost-annya, sekalian mau ambil buku hadiah tersebut.
Awalnya saya ragu, khawatir saat beliau kembali, saya sudah tidak ada di tempat. Akhirnya kesepakatan dibuat: Kalaupun saya sudah tidak ada di salman, ya sudah tidak apa-apa, mungkin lain waktu. Tapi kalau masih ada, ya bagus J. Sip, dan saya pun menunggu di bangku selasar masjid.

Menit demi menit berlalu, dan kami belum kunjung berangkat. Akhirnya, beliau muncul. Sambil tersenyum, ia berikan buku itu. Dan betapa kagetnya saya, ketika melihat judul buku tersebut: “THE CEO WAY: 3 PUNGGAWA TELEKOMUNIKASI INDONESIA”.

DEG!
Saya langsung terhenyak. Dalam hati berkata, “Laah, gak salah ini?? Saya dikasih buku ini??
Ya, saya kaget. Karena buku yang diberikan pada saya adalah buku berbau telekomunikasi. Bayangkan, telekomunikasi! Wah, itu sama sekali bukan bidang yang saya tekuni, baik di dunia akademik (jurusan farmasi klinik) atau dunia organisasi (bidang pembinaan remaja dan training). Sama sekali tak ada. Pernah mendalami aja enggak. Hmm, apa gara-gara ketua divisinya anak teknik informatika?-_- (kan masih dekat lah ya, tetanggaan sama jurusan teknik telekomunikasi di itb~).

Namun ternyata, ada hikmah di balik 'salah jurusan'nya buku ini...

Saya terima buku itu dengan senang hati. Pasalnya kala itu saya sedikit bosan karena kami menunggu dan hanya menunggu keberangkatan sambil mengobrol-ngobrol. Pingiin banget baca sesuatu biar gak bosen. Eh, Alhamdulillaah, ada yang ngasih buku (y).

Dengan perasaan bingung (gara-gara judul bukunya), saya buka juga buku tersebut dan mulai membaca halaman pertama...
Oh, ternyata....
Seru!

Baru awal aja udah bilang seru. Mengapa?
Ya, karena ternyata, buku yang semula saya kira bahasanya berat (berasa buku teknik gitu-_-), ternyata tidak sama sekali. Bahasanya mudah dimengerti, gaul dan ringan.. and the stories are really exciting!

Buku ini bukan bercerita tentang dunia telekomunikasi secara eksplisit, tapi yang diceritakan di sini adalah kisah-kisah sukses para CEO atau direktur utama dari tiga perusahaan provider seluler terbesar di Indonesia. Yang mana, kisah mereka itu, bisa dibilang, keren!

Lewat buku ini, saya kembali diingatkan bahwa untuk menuju kesuksesan, itu bukanlah sesuatu yang mudah! Gak instan! Perlu kerja keras seperti yang sudah dilakukan oleh bapak2 ini (Rinaldi Frimansyah-Dirut Telkom, Hasnul Suhaimi-Dirut XLà paling suka ceritanya bapak ini, dan Sarwoto Atmosutarmo-Dirut Telkomsel), yang harus berbelas tahun dulu berkiprah di dunianya, sampai jadi CEO.
Betapa kegigihan, keseriusan, kelihaian dalam berkomunikasi (tetap ya, komunikasi teh paling penting), manajemen, dan tentunya kepemimpinan yang baik serta pribadi yang ramah sangat berpengaruh pada kesuksesan kita. Tak ketinggalan juga-pastinya-, ridho dan dukungan dari orangtua serta keluarga terdekat.

Di luar dari pesan-pesan itu, wawasan tentang telekomunikasi yang dikemas apik oleh Rizagana (penulis) sangat bermanfaat buat kita2 yang tadinya sama sekali gak tahu tentang seluk beluk bisnis telekomunikasi di indonesia, jadi tahu.

Buku ini cocok banget buat siapapun yang punya cita-cita mau jadi CEO, punya perusahaan, atau pengusaha sukses. In syaa Allah bisa menginspirasi dan mengingatkan kita untuk selalu memacu semangat dan menambah level usaha kita menuju mimpi itu. Sekalipun, anda BUKAN orang telekomunikasi. Seriously! ^^v.

Selepas membaca buku ini, saya jadi teringat satu hal yang akhir-akhir ini terlintas di pikiran. Beberapa hari terakhir sebelum saya mendapatkan buku ini, saya suka berdoa, ya Allah, pengen banget bisa belajar lebih dalam soal kepemimpinan, manajemen, plus pengen banget dapat sesuatu yang bisa memotivasi saya-kembali-supaya semangat meraih mimpi-mimpi saya.. Dan setelah baca buku ini, Alhamdulillaah, saya yakin hikmah-hikmah yang saya dapatkan dari buku ini adalah SALAH SATU jawaban dari doa saya :’). Begitupun dengan jawaban2 yang lainnya. Alhamdulillaah mereka berdatangan setelahnya, baik dari teman-teman divisi dan lintas divisi di karisma, kampus, keluarga, atau dari timeline2 inspiring di media sosial. Dan saya yakin seterusnya akan datang lagi :’).

Inspirasi lain yang saya dapatkan adalah, bila Rizagana bisa menulis buku tentang 3 Punggawa Telekomunikasi Indonesia, yang mana ketiganya merupakan perwakilan kaum lelaki, maka mengapa saya (atau anda-yang perempuan-mungkin) gak buat tentang kisah perjuangan Ibu-Ibu atau Istri-Istri dari bapak-bapak sukses seperti mereka? J Karena, di balik lelaki yang hebat, pasti ada perempuan hebat yang menyertainya J. Sepakat?? Kan jarang ya ada buku kayak gitu.. Siapa tahu bisa memotivasi para kaum perempuan (termasuk saya) untuk lebih bersemangat lagi dalam mempersiapkan diri menjadi pendamping hidup yang sholehah, menenangkan, menginspirasi, dan menyenangkan (bi-idznillaah) bagi suami, serta menjadi ibu yang baik, mendidik, dan teladan bagi anak-anaknya. Aamiin. (#eh, semoga ya, bisa beneran tercetak bukunya, Aamiin.)

Namun, dari beberapa nilai2 yang bisa diambil dari buku ini, ada satu nilai yang saya rasa paling penting, here is it:
"Semua nilai akan kegigihan meraih kesuksesan dalam buku ini tentu tidak hanya berlaku pada kesuksesan menjadi seorang CEO saja. Segala apapun bentuk kesuksesan, bagaimanapun kau mengukur parameternya, pastilah membutuhkan suatu jerih usaha yang kuat. Lalu, bila meraih kesuksesan dunia butuh kerahan usaha sekuat tenaga, bagaimana dengan kesuksesan di akhirat? Of course, it will takes more! :) Jadi, mari bersiap2 meraih kesuksesan. Kesuksesan yang hakiki, in syaa Allah dunia-akhirat, Aamiin."

Sekian sharing ‘kisah dibalik buku’ pagi ini! Sekali lagi, makasih banyak, Jazakumullaah khair buat ketua divisi, korwat (dan all team divisi sponsorship IMSS 2012). Semoga dapat pahala yang tak terputus karena udah jadi jalan ngasih ilmu ini :), plus silaturahim kita bisa tetap terjalin sampai kematian menjemput.

Sip, and to all readers, semoga kita bisa selalu mengambil hikmah dari setiap kejadian yang terjadi di sekitar kita, Aamiin. J
Today’s Quote: “Kamu lebih besar daripada masalahmu. Dan katakan pada masalah besarmu, bahwa ada Tuhanku yang Maha Besar yang selalu bersamaku! J” -Inspiration from Ayse, Fahma Pasha's daughter (99 Cahaya di Langit Eropa).

Apa kabar hari ini???
Alhamdulillaah, luar biasa, Allaahu Akbar!

Wassalaamu'alaykum.

Jumat, 18 Oktober 2013

Bukan karena aku BAIK, tapi karena aku ingin MENJADI BAIK

Bismillaah...

Hanya ingin menuliskan beberapa baris saja malam ini..

Bukan karena aku sudah baik, lantas aku menutup aurat..
Justru karena aku ingin menjadi baik lah, maka kututup auratku...

Bukan karena aku ahli dalam menahan nafsu, lantas aku menahan pandanganku...
Justru di saat itulah, aku sedang berjuang keras melawan hawa nafsuku...

dan..
Bukan karena aku sudah shalih, lalu aku berdakwah...
Justru, karena aku ingin shalih, maka kuputuskan untuk berdakwah...

Bismillaahirrahmaanirrahiim...
Bersama Allah, kita bisa :)

Senin, 14 Oktober 2013

Kisah Emas, Intan, Permata dan Berlian

Assalaamu'alaykum, sahabat. Bagaimana kabarnya? Semoga selalu sehat lahir dan batin ya, Aamiin. :)

Sebelum saya mengulas empat perhiasan yang ada di judul ini (berasa mau jualan hehe), izinkan saya untuk mengucapkan "Selamat Hari Raya Idul Adha" kepada sahabat-sahabat Muslim dan Muslimah di seluruh dunia :)
Semoga bagi yang sedang melaksanakan ibadah haji, hajinya mabrur, yang belum, segera dimampukan (termasuk penulis), Aamiin. Dan tentunya semoga amal kurban kita diterima oleh Allah SWT. Aamiin..

Sekarang, izinkan saya berbagi sebuah kisah. Hmm... kisah ini cukup panjang. Tapi mudah-mudahan bisa menjadi masukan positif bagi kita semua. Sip, let's check it out. Semoga bermanfaat!

 Kisah Emas, Intan, Permata dan Berlian

Oleh: Aliya Nur Zahira
           
Hai, namaku Emas. Ini sebuah kisah tentang diriku. Sebuah kisah sederhana tentang bagaimana persepsi membentuk diri kita. Kau mau kan menyimak kisahku ini?
            Dua bulan belakangan itu, aku merasa sedang tidak bersemangat. Hari-hari aku lalui dengan penuh kecemasan, kebingungan, kesedihan, dan semua terasa lebih melelahkan dari biasanya. Entah karena kesibukan aktifitasku yang semakin padat atau memang karena motivasiku sedang turun. Ya, kesibukan akademik sebagai siswa kelas dua yang baru masuk penjurusan, tentu berbeda dengan kondisi saat aku masih kelas satu dulu. Di mana rasanya sekolah adalah arena bermain kami. Belum lagi dengan posisi siswa kelas dua yang memegang kepengurusan inti baik di OSIS, ekstrakurikuler, ataupun kepanitiaan acara sekolah.
Aku pun khawatir sikapku belakangan ini malah berdampak buruk bagi sahabat-sahabat di sekitarku. Lantas suatu hari, aku memutuskan untuk bertanya pada salah seorang sahabatku, sebut saja namanya Intan. Ke mana ada Intan, biasanya di sana ada aku.
            “Tan, aku mau tanya. Tapi jujur, ya..” sergapku begitu Intan menyelesaikan suapan sarapan terakhirnya. Kantin sekolah pagi itu cukup ramai. Sepertinya, banyak siswa yang belum sempat sarapan di rumah seperti aku dan Intan.
            “Iya, tanya apa?” ujarnya sambil tersenyum tulus sambil menampakkan wajah keheranan karena seorang aku memang tidak biasa bertanya dengan gaya seperti itu, hehe.
            “Kamu ngerasa ada yang beda gak dari diri aku sekarang?”
            “Hmm, menurut aku, kamu tuh sekarang bedaaa. Aku lebih senang lihat kamu yang sekarang daripada yang dulu. Kamu yang sekarang lebih peduli. Kalau dulu tuh ya, aku pas pertama ketemu kamu, langsung kaget lah. Ini anak apa sih? Masak pinjam dua double tape aku dan dua-duanya di-ilangin?? Terus dulu kamu orangnya keliatan ngejar tugas banget. Gak terlalu peduli sama orang di sekitar kamu atau pun orang yang kerja bareng kamu. Yaa.. emang sih tipe kayak gitu bakal bagus kalau di dunia kerja, kerjaannya beres dan hasilnya bagus. Tapi tetap saja, aku lebih suka kamu yang sekarang..”
            Aku terhenyak mendengar jawabannya. Benakku terdiam. Tak bisa berkata apa-apa lagi. Hanya ‘Oh’ yang bisa aku keluarkan dari mulutku. Sebenarnya aku sedikit ‘kecewa’ karena jawabannya di luar harapanku.
***
            Ini kali keduanya aku menanyakan hal yang sama pada sahabatku yang lain, sebut saja namanya Permata.
Siang itu, Permata yang ceria duduk sendiri di depan kantin. Sepertinya ia sedang menunggu seorang temannya. Tanpa pikir panjang, aku yang sedang luang langsung menawarkan diri untuk menemaninya. Obrolan akrab pun terjalin. Cerita-cerita Permata yang mengundang tawa, selalu berhasil menghipnotis perhatianku. Hampir saja aku dibuat lupa akan pertanyaan utamaku. Lantas, begitu tawanya reda, kulontarkan saja pertanyaan itu. Dan inilah jawabannya.
            “Aku tuh lebih seneng ngeliat kamu yang sekaraang.. Kamu tuh sekarang lebih kelihatan bahagia daripada waktu dulu, pas jaman kelas satu itu loh.. Ya ampuun, kalau ngeliat kamu tuh kayaknya kebanyakan murungnya, muka susah deh, hehe. Pokoknya kamu bagus kayak gini. Emas tetap kayak gini ya..!” jawabnya bersemangat dengan penuh senyuman.
            Lagi-lagi aku terhenyak dan kaget. Kembali aku mendapatkan jawaban di luar harapanku. Aku hanya bisa membalas senyuman cerianya dengan senyuman palsu.
***
            Kali ketiga aku menanyakan hal yang sama. Sore itu langit begitu cerah. Sahabatku kali ini boleh kalian sebut, Berlian. Sahabat yang sejak kelas satu dulu selalu berada dalam satu kepanitiaan denganku. Entah itu acara OSIS, ekstrakurikuler, ataupun acara tahunan sekolah. Aku tak tahu mengapa itu terjadi, tapi aku yakin itu bukan kebetulan. Maka, aku selalu yakin, ada sesuatu yang istimewa dari keberadaan Berlian di sampingku. Dan ketika aku menanyakannya, ia hanya menjawab singkat sambil tersenyum-senyum. “Ooh.. Hmm, Emas itu sekarang kayaknya lebih.. Ceriaaa! Seneng aja ngeliatnya. Hihihi..”
Aku menghela napas. Begitu ya, Ber..?
***
Sore itu hujan deras di Masjid Raya samping sekolah. Aku pun memutuskan untuk menunaikan sholat Maghrib dahulu sebelum pulang. Ketika itu aku bertemu kembali dengan Berlian.
            Sejak melihatnya, aku sudah memutuskan untuk mengobrol dengannya. Aku ingin membahas perihal pertanyaan yang aku ajukan tempo hari. Namun, ada satu kejadian konyol yang mengawali momen itu.
            Seusai sholat, seperti biasa kami kembali ke sekretariat ekstrakurikuler kerohanian kami, yang lokasinya tepat di samping Masjid. Kami hanya mengambil tas dan barang bawaan lainnya lalu langsung bergegas pulang. Namun langkahku terhenti di depan sekretariat begitu menyadari ada sesuatu yang berbeda di kakiku.
            “Sebentar, Ber.. Kayaknya ada yang beda..”
            “Apa?” tanyanya kebingungan.
            Aku pun menaruh curiga pada sepatu sandal yang aku pakai. Kok rasanya beda dari sepatu sandal yang biasa kupakai ya? Yang satu oke sih, tapi yang sebelahnya itu loh.. Ada yang beda!
            “Aduh, kayaknya aku salah ambil sepatu deh, Ber. Sebentar ya..” ujarku sedikit panik, sambil sedikit tertawa.
            Berlian tertawa kecil. “Oh, ya ampun. Iya, sok, sok..”
            Aku berlari kecil ke arah penyimpanan sepatu perempuan, di bagian depan pintu masuk masjid. Kucari sepatu sandal yang mirip dengan yang kupakai, berharap di antara sepatu-sepatu itu, ada yang tertukar dengan sepatu yang sedang kupakai. Agak sulit memang, mengingat model dan warna sepatu sandal berbahan karet yang kupakai termasuk yang sangat umum di pasaran.
            Beberapa menit aku mencarinya, namun tak jua ketemu. Hingga akhirnya kuperiksa sendiri sepatuku yang terasa berbeda itu. Aku lihat bagian bawahnya, dan ternyata...
            “Ya ampun, Ber!! Aku tahu kenapa! Sebentar..” sahutku sambil berlari kecil kembali ke rak sepatu di depan sekretariat ekstrakurikulerku. Berlian mengikutiku dari belakang.
            Aku mencari-cari sepotong benda yang raib itu. Ketemu! Di sini kau rupanya.. Ya, bantalan karet setengah oval berwarna cokelat itulah yang kucari. Rupanya yang membuat sebelah sepatuku terasa berbeda saat diinjak adalah karena bantalan karetnya terlepas! Jadi, wajar ketika kupakai, sepatu yang sebelah terasa lebih rendah.
            Melihat tingkahku mengambil bantalan karet itu dan membungkusnya dengan kresek hitam kecil, Berlian tertawa. “Ya ampuun, kok bisa..,” ujarnya sambil geleng-geleng tanpa berhenti tersenyum. Aku pun ikut tertawa bersamanya.
            Setelah si biang masalah ditemukan, kami melanjutkan perjalanan pulang melewati sisi luar koridor masjid. Rupanya, Berlian tetap tak bisa menghentikan tawanya hingga ujung koridor, di mana kami harus berpisah. Aku pun penasaran, dan bertanya, “Kenapa, sih, Beer?”
            “Hihihi, gak apa-apa. Cuma mau bilang makasih banyak ya.. Tau gak, aku tuh hari ini gak pingin datang ke sekre (sekretariat-red.), soalnya lagi sibuk banget di OSIS, terus pikirannya lagi gak enak banget deh. Gak enak ketemu teman-teman yang lain, belum lagi tugas-tugas yang ada juga belum selesai. Pokoknya malu mau ke sekre. Eh ternyata malah ketemu Emas, dan akhirnya sekarang aku malah ketawa-ketawa terus. Makasih banyak ya udah bisa bikin aku senang lagi hari ini, walaupun dengan kejadian yang keciil banget..” ujarnya dengan wajah bahagia yang aku tahu jelas itu sungguhan. Tak ada kebohongan yang tampak di wajahnya.
            Lagi. Jawaban sejenis itu lagi.
Saat itu, rasanya aku merasa sangat kecil.
***
            Sahabat, inilah akhir kisahku kali ini. Mungkin ketika kita merasa kecil, ketika kita merasa lemah, ketika kita merasa diri ini sedang out of order, tidak selamanya perasaan kita itu benar. Kau tahu, aku sebenarnya mengharapkan jawaban sejenis ini dari Intan, Permata, dan Berlian:
            “Iya, Mas. Kamu tuh sekarang lagi kelihatan sedih, ya? Akhir-akhir ini kelihatan lemas. Coba deh lakuin blablablabla.., biar kamu semangat lagi!”
            Ya, jawaban sejenis itulah yang kuharapkan. Aku berharap mereka merasakan seperti apa yang sedang kurasakan lantas memberikan saran agar aku bisa lebih bersemangat. Namun jawaban yang keluar dari mulut mereka justru berbalik 180 derajat. Aku jadi berpikir, apa iya itu yang mereka lihat dari aku sekarang? Apa memang mereka tidak melihat dan merasakan kelelahan dan kelesuan yang aku rasakan? Atau jangan-jangan itu semua hanya perasaanku saja?? Apa selama ini aku hanya membesar-besarkannya saja? Apa benar.. sekarang aku lebih ceria? Lebih bahagia? Bahkan aku bisa membuat mereka tersenyum dengan hal kecil yang tak terduga??
            Malam itu, selama perjalanan pulang, aku merenung. Jika aku akhir-akhir ini merasa sedang dalam kesulitan, kesedihan, kelelahan, mungkin benar, bahwa itu semua hanyalah ANGGAPAN-ku semata. Itu hanya peperangan yang terjadi di dalam diriku sendiri. Peperangan yang kubesar-besarkan, kuakui kesengitannya, hingga akhirnya anggapan itu tumbuh dengan subur dalam pikiranku.
            Ternyata, kata mereka berbeda loh. Kita tak seburuk apa yang kita pikirkan. Maka, malam ini, izinkan aku berbagi pesan dan hikmah yang aku dapatkan kepadamu dari kisah ini. Bukan, bukan. Aku bukan bermaksud menggurui. Justru aku ingin berbagi, untuk mengingatkan diriku sendiri.
              Ya, mungkin yang bisa kudapatkan adalah suatu pesan, bahwa jika dalam situasi seperti kisahku ini kita tetap merasa buruk, jawabannya tidak lain adalah ada yang salah dalam pikiran kita sendiri. Ada yang salah dalam diri kita. Dan yang mungkin yang utama, ada yang sedikit retak dalam hubungan kita dengan Sang Pencipta... Dan inilah sekarang tugas kita untuk langsung membenahinya, membetulkan posisinya, dan bangkit dari keterpurukan itu. Dekati kembali Ia, mohonkan petunjuk-Nya, minta Ia lebih erat lagi memeluk-Mu. Setelah itu, benahi hubungan kita dengan diri sendiri. Benahi persepsi diri yang selama ini salah! Hindari terlalu fokus pada kelemahan kita, sampai-sampai melupakan kelebihan yang telah Ia berikan, yang bisa kita manfaatkan untuk orang lain.
          Mari bangkit, benahi hubungan kita dengan Sang Pencipta, hubungan kita dengan diri sendiri. Lupakan kesedihan itu, ubahlah persepsi diri kita. Fokuslah pada kelebihanmu. Buang semua energi negatifmu hari ini! Undang energi positif di sekitarmu. Dengan cara apa?
        Yang aku tahu, tentu dengan perbanyak bersyukur kepada-Nya dari setiap hal yang terjadi di sekeliling kita. Mulai dari yang terkecil sampai yang terbesar. Dari yang ter-gaib sampai yang paling nyata. Kalau kata Pak Ibrahim Elfiky, salah satu motivator dunia kesenanganku, mulailah hari dengan berkata, “Selamat Pagi, Tuhan. Terimakasih atas berkah-Mu pagi ini. Hari ini kupersembahkan untuk-Mu. J”.
Ffuuh, sahabat, dua bulan belakangan ini mungkin merupakan dua bulan paling melelahkan selama hidupku. Namun, dua bulan inilah yang akan menjadi batu loncatanku untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Menjadi pribadi Emas 24 karat yang banyak dicari orang. Menjadi pribadi Emas yang semakin bermanfaat untuk orang banyak.

***
Sejujurnya, kisah ini diangkat dari kisah nyata, dengan perubahan latar dan sedikit tokoh :) hehe. Jika ada kesamaan nama dan tempat, sesungguhnya itu bukan kebetulan, pasti ada sinyal-sinyal-Nya yang harus kita terjemahkan ;) Selamat memetik hikmah dari setiap kejadian di sekitarmu.

Wallahu a'lam :)
Wassalaamu'alaykum.

Minggu, 13 Oktober 2013

Abstraknya Syukur

Apa kabar sahabat-sahabat?
Semoga selalu luar biasa, dengan tak lupa bersyukur atas segala nikmat yang masih Ia percayakan kepada kita :) Aamiin..

Sahabat, ketika mendengar kata "Abstrak", apa yang terlintas di benak sahabat-sahabat?
Ya, sesuatu yang tak dapat kita lihat, tak dapat kita deskripsikan wujudnya. Kembali mengacu ke KBBI online, katanya abstrak itu "tidak berwujud; tidak berbentuk". Contoh yang sering kita dengar dari benda abstrak adalah gravitasi. Kenapa gravitasi itu abstrak? Ya karena kita dapat merasakannya, namun tak dapat melihatnya! Tak juga dapat menyentuhnya..

Hehe, nah, tentu selain gravitasi banyak lagi contohnya hal abstrak yang ada di sekeliling kita. Seperti "rasa sakit".
Waktu kamu ditampar, 'plaaak!'.. Biasanya kita bilang, "Aw, sakit tahu!". Terus orang yang namparnya bakal bilang, "Mana sakitnya?? Tunjukkin dong!". Lah, ya mana bisa kita menunjukkan bentuk dari rasa sakit itu hehe. Yang ada, yang kita tunjuk adalah pipi kita. Yang jelas-jelas itu namanya pipi, bukan 'sakit' hehe.

Apa lagi coba benda abstrak itu? Pasti banyak ya, dan saya yakin, di kepala sahabat-sahabat juga sudah terbayang dan tersebutkan contoh benda-benda abstrak yang ada di sekitar kita.
Yup, salah satunya adalah yang sudah saya tuliskan dalam judul postingan ini, yaitu.... "SYUKUR".

kok syukur itu abstrak? Emang iya gitu?
Hm, mungkin lebih tepatnya, "syukur itu abstrak" adalah sebuah kiasan.
Secara langsung, syukur itu gak kelihatan!
Kita tidak bisa melihat seperti apa syukur itu. Tepatnya, saking abstraknya, seringkali kita yang sengaja tidak melihatnya, menutup-nutupi keberadaannya, tidak berusaha mewujudkannya, sampai jadinya abstrak beneran deh.

Sebelum lanjut, supaya lebih mantep, mari sama-sama kita simak, bayangkan, renungkan, dan rasakan setiap kata dalam kisah di bawah ini..

***
Ini tentang sekelumit kisah hidup seorang Ibu dosen di kampus A. Ibu ini terkenal tegas saat mengajar. Raut muka dan penampilannya pun sedikit terlihat 'garang' untuk ukuran seorang dosen perempuan. Sorot matanya tajam.
Cara mengajarnya bisa dibilang lumayan mudah dipahami. Selain menyampaikan materi kuliah, kadang juga, beliau suka menyindir kebijakan-kebijakan pemerintah dan kebijakan kampus A tempat beliau diajar dan mengajar. Sindirannya itu seringkali membuat mahasiswa-mahasiswa di kelasnya membulatkan mulutnya, "Ooooo, iya juga ya.. Kok baru kepikiran".. dan ekspresi-ekspresi lain yang sejenisnya.
Karena sikapnya yang demikian, mahasiswa banyak yang tak berani datang telat ataupun tidak serius mengikuti kelasnya. Biasanya kelas jadi sepi dan kondusif setiap beliau mengajar.
Kemudian, kabar itu datang. Berawal dari melihat deretan foto-foto lama (jadul) dosen-dosen di fakultas tersebut, ditemukanlah foto wajah yang mirip dengan Ibu dosen, lengkap dengan kerudung lebarnya.
Walhasil, penampakan itu mengagetkan tiap mahasiswa yang melihatnya. Apakah benar foto itu adalah sang Ibu dosen?
Nama di bawah foto itu akhirnya menjawab pertanyaan itu. Tidak salah lagi. Ya, tidak salah lagi, bahwa foto itu adalah sang Ibu Dosen yang rambutnya selalu dibiarkan terurai panjang itu.
Foto itu menunjukkan sosok sang Ibu Dosen saat baru lulus dari kuliahnya dulu. Seorang perempuan yang memakai kerudung kain lebar, layaknya aktifis-aktifis dakwah kampus. Tapi, sekarang? Kemana kerudungnya?
Selidik punya selidik, kabarnya, sang Ibu itu melepas kerudungnya saat mendapat kesempatan untuk menimba ilmu ke sebuah negara di belahan dunia barat sana.

Entah alasan apa yang membuat Ibu dosen kemudian melepas kerudungnya. Entah alasan peraturan pemerintah di sana, atau.. ah entahlah, mungkin mahasiswanya tidak ada yang tahu. Lantas bila hanya karena peraturan pemerintah di negara tersebut, mengapa setelah pulang dari sana, tak juga ia kenakan kembali kain segi empat itu?

***
Sahabat, terus terang, begitu saya mendengar kisah di atas, rasanya seperti ada petir yang menyambar di belakang kepala (agak #lebay, tapi beneran sih rasanya kayak gini hehe). Kaget, ya saya kaget sekali dan tiba-tiba rasa iba menyeruak kepada sang Ibu Dosen tersebut. Berjuta pertanyaan muncul di kepala saya.. "Ya ampun, kok bisa? Aduh, sayang banget yaa? Kenapa sih bisa dilepas? ....." dan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Yang jelas saya dan teman-teman saya begitu dan sangat menyayangkan kejadian itu........ Innalillaahi...

:'(

Sampai saat ini, saya masih suka bertanya-tanya. Apa yang menyebabkan Ibu Dosen 'rela' melepas jilbabnya saat itu? Apa karena faktor eksternal atau bahkan internal?? Kini, bila saya berkesempatan melihat Ibu Dosen tersebut, pandangan saya yang tadinya agak sedikit segan (karena penampilannya yang sedikit garang tadi) menjadi iba.. Ah, Ibu, mengapa kerudung itu harus dilepas?..

Sepulangnya di rumah, saya kembali merenung. Ya Allah, betapa sesungguhnya kita tuh (especially kaum muslimah) harus bersyukur... Apalagi bagi yang Alhamdulillaah, sudah memutuskan untuk berkerudung. Bersyukurlah sahabat, karena di zaman kita ini, kita bebas untuk menggunakannya. Tak jua ada larangan menutup aurat dari negara, pemerintah atau institusi-institusi tertentu tempat kita bekerja atau menimba ilmu. Dan yang paling penting, bersyukurlah karena Allah masih menjaga hati kita, agar tetap setia mempertahankan kerudung ini :") Alhamdulillaah...

bersyukurlah, bersyukurlah...
mudah-mudahan kita termasuk kelompok manusia yang mau membuka pandangan mata dan hati kita terhadap "syukur" tersebut. sehingga syukur tak perlu lagi menjadi sebuah benda abstrak yang tak bisa kita wujudkan "wujud"-nya.

apa sih wujud syukur itu sebenarnya? :)

Syukur bisa diwujudkan salah empatnya, dalam empat hal; Hati, Lisan, Harta, Perbuatan.

Bersyukur dengan perbuatan? Ya, syukurilah kerudungmu dengan jaga terus kehormatan dirimu sebagai wanita, jaga akhlakmu sebagai seorang muslimah, jaga dengan terus bergerak dan berjuang membawa syi'ar Islam dengan kerudungmu :).

Yuk, wujudkan ke-abstrak-kan syukur yang suka sengaja kita abstrakkan (hehe), dengan.. BERSYUKUR :)

Semoga bermanfaat.
Wallahu a'lam.


Sabtu, 12 Oktober 2013

Sampaikan sesuai dengan bahasa mereka :)

Kemarin merupakan salah satu hari yang berkesan buat saya. Pasalnya, Alhamdulillaah, saya berkesempatan untuk pulang ke rumah, bertemu kembali dengan kedua orangtua saya :).

Ada yang berbeda dari perjalanan pulang kali ini. Kali ini saya pulang berdua dengan adik saya, dan kali ini kami tidak langsung pulang ke Serang, melainkan ke Tangerang. Rencana ini dibuat karena kami, bersama kedua orangtua kami, berniat menjenguk adik bungsu kami yang sedang mondok di salah satu ponpes di Tangerang. Akhirnya, berangkatlah kami berdua ke Tangerang.

Sesampainya di sana, kami memutuskan untuk mencari makan siang lebih dulu. Yap, tempat makan siang pun didapat. Selagi menunngu pesanana, Bapak saya pergi ke toko besi yang terletak di seberang tempat makan. Beliau pergi ke sana dengan maksud ingin membeli lem apoksi (maaf ya kalau tulisannya salah). Sepulang dari sana, beliau menceritakan apa yang dialaminya di sana. Beginilah ceritanya...
****

Tadi Bapak mau cari lem apoksi, terus bilang sama mas-nya.., "Mas, ada lem apoksi?".
Si mas-nya kebingungan dan langsung nanya ke engkoh-nya. Si engkohnya geleng-geleng. Mas-nya balik dan bilang ke bapak, "Gak ada, Pak"..
Padahal, waktu itu bapak lihat tuh di rak atas, ada lem apoksi.. Ya udah bapak bilang, "Oooh, gak ada ya mas? Hm, yaudah deh saya ambil lem yang itu aja (sambil nunjuk ke arah lem yang dimaksud)."
Si mas langsung ngambil, dan bilang, "Oooh, 'dexton'"..
Haha, Dexton itu nama merk lemnya, dan padahal jelas di bawah tulisan Dexton itu ada tulisan lem apoksi..
...
(Bapak saya diam sejenak, sambil tersenyum penuh arti).
Itu dia.. kenapa kita memang harus menyampaikan sesuatu sesuai dengan bahasa yang dimengerti sama lawan bicara kita. Karena.. kalau kita memaksakan dengan bahasa atau frame pikiran kita, bakal sulit diterimanya...

****
:)
Hikmah di atas bukan hanya berlaku dalam transaksi jual beli tentunya. Dalam setiap hal, termasuk mengajarkan seseorang atau menyampaikan suatu pesan kebaikan pada orang lain pun begitu. Akan lebih mudah menyampaikan pesan kebaikan tersebut bila kita menggunakan bahasa yang biasa mereka pakai.
Contoh praktisnya adalah, bila kita ingin menyampaikan materi farmasi atau penyuluhan kesehatan (misalkan)  yang punya banyak istilah asing kepada masyarakat awam, tentunya bukan istilah asing tersebut yang kita sampaikan. Seperti halnya istilah hipoksia.. Tak mungkin kita sampaikan, "Ya bapak,ibu, jadi kalau bapak ibu kurang makan makanan X, nanti darah bapak Ibu hipoksia looh.." Waah bisa jadi bapak ibu peserta penyuluhannya kebingungan, ngantuk, terus ngabur.. Tentu bahasanya bisa kita sesuaikan menjadi, "Ya bapak,ibu, jadi kalau bapak ibu kurang makan makanan X, nanti darah bapak Ibu kekurangan oksigen looh..". Begitu contohnya.. Tentu sahabat2 tahu sendiri istilah istilah asing di bidang sahabat masing-masing yang perlu disesuaikan dengan bahasa penerimanya.
Begitu pun dengan istilah Agama yang tidak semua orang paham.

Hehe, ternyata sahabat, dari kejadian kecil yang terjadi di kehidupan sekitar kita, ada banyaak sekali pembelajaran hidup yang bisa kita dapatkan, yang gak kita dapatkan di sekolah formal.

Sip, sip, semoga bermanfaat! Semoga kita bisa jadi penyampai pesan kebaikan yang cerdas dan adaptif dengan si penerima pesan kita :)
Wassalaamu'alaykum.

Salah Belajar, Batu Loncatan untuk Sang Pembelajar :)

"Ketika ujian tiba, saat kita sudah membekali otak kita dengan bahan ujian, tiba-tiba saat kertas dibuka, DUAAAR..!  Soal yang keluar sama sekali bukan bahan yang kita pelajari. Ffuuh, gimana ini??"

Sahabat, pernahkah mengalami kejadian seperti kisah singkat di atas? Hehe, ternyata ada loh. Sebut saja si X. Nah, si X ini baru saja mengalami itu minggu kemarin.
Hari itu, diadakan kuis salah satu mata kuliah di jurusan X. Entah memang X dan teman-teman yang salah tangkap informasi dari Ibu Dosen, atau memang Ibu Dosen yang sengaja ingin memberi 'surprise' pada mereka dengan memilihkan sendiri submateri apa yang akan diujikan.

Jadi, yang mereka tahu itu hari ini akan ada kuis. Ya, kuis, dengan maksud mempersiapkan kita untuk UTS yang akan diadakan dua minggu lagi. Lalu bahan kuisnya darimana saja? Tentunya, dari bahan-bahan kuliah sejak awal hingga pertemuan terakhir sebelum kuis, bukan? Itulah yang mereka-atau mungkin X saja...?- tangkap. Otomatis, mereka-kalau ini memang benar, mereka semua, bukan si X saja-belajar materi kuis dari bahan kuliah pertama sampai pertemuan terakhir. Wah, sudah pasti bahan yang mereka pelajari banyak sekali. Mulai dari teori/hafalan, hitungan, dan lain sebagainya.

Namun, begitu soal dibagikan, ternyata yang keluar hanya satu soal, dan itu berasal dari satu sub mata kuliah saja. Dan yang lebih parahnya, soal yang keluar cuma satu soal dan itu adalah soal hitungan!!, ada sih di akhirnya, satu soal teori yang ditambahkan dan masih berhubungan dengan soal hitungan yang diberikan.

Jdeeer! Semua kaget! Ini kan materi-materi akhir, dan materi-materi yang dibahas di awal bahkan sama sekali gak keluar. Teori-teori yang lain pun banyak yang gak keluar. Dan yang lebih parahnya, X belum sampai belajar hingga soal hitungan ini :'( Hiks. #nahlo #salahsendiri.
Yang pasti saat waktu pengerjaan kuis dimulai, X tidak langsung mengerjakannya, melainkan tertawa dalam hati sambil mengomentari, "Ya ampuun, aku gak tahu apa-apa tentang iniii-yang soal hitungan-. gimana mau ngerjainnyaa?". Kalau teori Alhamdulillaah, X cukup tahu dan sudah mempelajari, walaupun mungkin memang belum mendalami. Walhasil, X sempat diam dulu di awal, menggoyang-goyangkan pensil sambil menatap kertas soal dalam diam. Dalam hati, X beristighfar menyesali ketidaksiapan X di kuis kali ini....

Terus X ngerjain gak?
Ya tentu saja X mengerjakannya, semampunya. Hehe.

Terus, adakah hikmah  di balik semua kisah ini?
Tentu ada :). Let's check it out.
Inilah yang kemudian X coba renungkan, sebelum akhirnya X bisa mengerjakan soal kuis dengan hati yang lega.

"1. Ini memang salahku. Salahku tidak mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya, hingga ada materi (soal hitungan) tadi yang belum sempat aku pelajari. Padahal sebenarnya itu termasik materi penting dalam kuliah ini. Oke, ini salahku pokoknya. Harus diperbaiki. Mungkin ini teguran dari Allah.
2. Mungkin ada faktor X lain yang menyebabkan soal yang keluar dalam kuis adalah bukan soal yang sudah aku pelajari :) Istighfar."

Oke, mungkin itu masuk ke instropeksi. Lalu adakah hikmah lainnya?
Tentu, ada dongs.

"3. Jika memang kejadiannya seperti ini, yaitu aku salah mempelajari materi yang kurang tepat dengan soal ujian-selain memang kesalahan pribadi-akankah ini menjadi suatu hal yang sia2 belaka? sia2 dan gak guna? Ah, Tidak! Aku yakin, apa yang sudahku pelajari kemarin, walaupun ternyata tidak keluar di kuis ini, aku yakiiin, ilmu tersebut pasti akan berguna. Entah kapan. Entah saat momen apa. Yang pasti, satu yang insya Allah pasti adalah, di saat UTS minggu depan nanti, ilmu itu pasti terpakai. Hm, karena di UTS nanti soalnya insya Allah bakal mencakup materi yang lebih luas daripada kuis ini."

Naaah, dari situ X bersyukur, Alhamdulillaah, mungkin ini dapat menjadi salah satu persiapan untuk menghadapi UTS nanti. Ya, persiapan bahwa X sudah mempelajari materi-materi awal tersebut, yang nantinya bisa meringankan X ketika belajar kembali untuk menghadapi UTS yang sebenarnya. Jadi X tidak perlu belajar lebih berat sebelum UTS, karena sudah dicicil lebih dulu, hehe.

Setelah merenungkan hal-hal tersebut, X bersyukur dan menjadi lebih lega. Akhirnya, X pun bisa tersenyum kembali dan mulai mengerjakan kuis ini sebisa yang X bisa. Bukan berarti X menghiraukan kesalahannya dalam UTS ini. Tentu kesalahan tersebut menjadi instropeksi buat X ke depannya, tapi bukan berarti kesalahan tersebut lantas membuat X drop dan saking marahnya sama diri sendiri malah memutuskan untuk menangis dan tidak mengerjakan kuis tersebut. Lebih parahnya kalau sampai penyesalan itu malah menutup pikiran X untuk bersyukur atas pesan hikmah yang terkandung di balik kejadian ini :).

Apapun hasilnya, insya Allah, ada nilai pembelajaran yang sangat berharga buat X, dan kita semua yang membaca kisah ini. Yaitu instropeksi diri, agar lain kali apapun jenis ujian itu, kita harus mempersiapkan diri dengan baik, karena kita tak pernah tahu soal apa yang akan dikeluarkan oleh sang dosen dalam ujian2nya.
:)
Begitupun halnya dengan ujian kehidupan dari Sang Maha Penyayang, Sang Pencipta kita. Kita tak tahu kan, ujian apa yang akan Allah berikan pada kita dalam hidup ini? Oleh karena itu, sudah seharusnya kita terus menempa diri kita dan menyiapkan diri kita agar ketika ujian itu datang mehnyapa, kita kuat dan siap menghadapinya. Dengan bekal itu, mudaah-mudahan kita bisa LULUS dari ujian itu dan menjadi manusia yang kualitas imannya selalu meningkat, Aamiin.

Sip, mungkin segini dulu pesan hikmah yang ingin saya share ke sahabat-sahabat di kesempatan kali ini. Semoga kita semua bisa terus menjadi pribadi pembelajar yang tak kenal lelah untuk menemukan hikmah-hikmah yang tersebar di sekitar kita.

Percayalah, di setiap kejadian yang terjadi di sekeliling kita, pasti ada hikmahnya, pasti ada hikmahnya. Pasti ada maksud tertentu dari-Nya, untuk menjadikan kita makhluk yang lebih baik lagi. Insya Allah.

Yang benar dari Allah, yang salah dari saya. Wallahu a'lam.
Wassalaamu'alaykum warahmatullaahi wabarakaatuh :)

Selasa, 08 Oktober 2013

Bukan "Yakin" Biasa

Yakin??'
Apa sih yakin itu? Kalau kata KBBI online (kbbi.web.id) yakin itu "percaya (tahu, mengerti) sungguh-sungguh; (merasa) pasti (tentu, tidak salah lagi)". Percaya terhadap apa? Nah, dalam tulisan ini, saya akan coba sharing tentang yakin terhadap mimpi-mimpi kita.


Yakin. Ya, kita harus yakin bahwa mimpimu dapat tercapai, atas izin-Nya. Yakin bahwa Ia akan memudahkan kita dalam menggapai mimpi-mimpi kita. Kenapa harus yakin? Ya, karena ia Maha Memudahkan. Karena sesungguhnya Allah telah menitipkan potensi-potensi terbaik dalam diri kita untuk dimanfaatkan agar mimpi-mimpi tersebut dapat tercapai.

Kata orang ketika kita punya mimpi dan kita yakin, maka saat itulah sesungguhnya kita telah mendapatkannya, kita telah mewujudkannya. Apakah benar seperti itu?

Tentu tidak akan se-instan itu juga. Kita tulis mimpi kita, lalu kita yakini, kemudian kita diam saja. Lantas apakah mimpi itu akan tercapai, sahabat? Saya rasa tidak...

Tentu setelah kita yakini mimpi kita tersebut, terus berdoa tanpa henti, dan  yakin bahwa Allah akan memudahkan kita menggapainya, selanjutnya adalah tunjukkan USAHA MAKSIMAL kita sampai Allah benar2 menyatakan bahwa kita LAYAK menggapai mimpi itu. Ingat, di terjemahan KBBI tadi, ada pengertian "sungguh-sungguh", bukan? Jadi, jelas Yakin, bukan hanya sekedar percaya.

tunjukkan USAHA MAKSIMAL?
Ya, tunjukkanlah kepada-Nya usaha terbaikmu, usaha maksimalmu. Kalau kata master trainer MudaMulia, @kangrendy (Rendy Saputra): "caper sama Allah!!". Cari perhatian Allah, tunjukkan bahwa, "Ya Allah, lihat, ini aku udah usaha sampe sebegininya.. Udah melakukan X, Y, Z, konsisten 7 hari berturut-turut.. Ridhoi ya Allah, ridhoi aku untuk menggapai mimpiku.."...

Lantas bila mimpi itu tidak tercapai juga? Mungkin menurut-Nya, usaha kita masih kurang, atau kita belum memantaskan diri terhadap mimpi kita tersebut.

Sahabat, saya di sini bukan orang sempurna yang sudah benar2 selalu menunjukkan usaha terbaik saya di mata-Nya. Saya di sini hanyalah seorang manusia biasa yang ingin teru belajar, belajar dan berusaha memantaskan diri agar Allah ridho mewujudkan mimpi saya. Semoga tulisan ini bisa menjadi pengingat bagi saya dan bagi teman-teman semua.
#yukbergerak! Mari kita semangat dan tunjukkan usaha terbaik kita di mata-Nya! Tunjukkan bahwa kita punya usaha lebiih di banding kawan-kawan kita yang lain sehingga Allah pun menilai bahwa kita sudah pantas mendapatkannya. Lalu setelah mendapatkannya? Jangan lupa bersyukur, kawan :) Bersyukur dengan hati, ucapan, dan perbuatan. Bersyukur secara aktif, bukan pasif. Bersyukur dengan terus meningkatkan kapasitas diri kita dengan memanfaatkan potensi yang telah Ia berikan.

Semoga kita selalu termasuk orang-orang yang tak kenal lelah berjuang untuk menggapai ridho-Nya, lewat pencapaian mimpi2 kita!
Selamat berjuang memakmurkan bumi, sahabat ;) we have been given His trust to manage this world!

Wallahu a'lam.
Wassalaamu'alaykum.

Senin, 23 September 2013

Tentang bocah putih biru dan angkot abu-abu

Assalaamu'alaykum sahabat :)
Malam ini, izinkan saya berbagi kisah yang sempat memenuhi pikiran saya.

Sahabat, percayakah kamu bahwa semua yang terjadi dalam kehidupan kita adalah rencana-Nya? Skenario-Nya? Percayakah bahwa semua yang terjadi di dunia ini tidak ada yang kebetulan? Dan semua yang terjadi itu pasti memiliki pesan atau hikmah atau sinyal dari-Nya?

Jika ya, maukah kau membantuku untuk menemukan salah satu pesan atau sinyal tersebut? :)

***
Kisah ini dimulai saat aku pulang selepas mengajar privat seorang siswa kelas 6 SD di daerah M. Ramdhan (dekat PT. INTI Bandung). Hari itu sekitar jam setengah 6 sore. Aku bergegas pulang menggunakan angkutan umum jurusan cijerah-ciwastra yang berwarna abu-abu, bergaris putih dan hijau.
Begitu masuk, berbagai jenis orang ada di sana. Dari siswa SMP, SMA, sampai yang berbaju bebas, yang aku pun tak tahu apakah mereka kerja atau sekedar main. Yang jelas, jam setengah enam umumnya merupakan waktu pulang para karyawan dan anak-anak sekolah.

Salah dua dari penumpang angkutan tersebut adalah dua orang siswa SMP yang sedang asyik makan jajanan mereka (saya lupa apa makanannya) sambil ngobrol seru. Tapi kurasa, siswa tersebut bukan siswa SMP biasa.
Apalagi yang bertas hitam (atau birutua ya?saya lupa) dan bergambar mulut ikan hiu itu. Gaya rambut dan garis wajahnya menampakkan usia yang lebih tua daripada penampakan celana biru yang ia pakai. Gaya bahasa dan isi bicaranya pun demikian. Satu lagi, mohon maaf, bila aku melihatnya, tiba-tiba aku teringat dengan anak-anak punk yang sering nongkrong di pinggir jalan. Waktu itu aku pikir, anak semuda ini, sudah bergaya seperti ini? Wah, pergaulan memang makin gawat.

Sampai di dekat terminal leuwi panjang, aku pun turun untuk mengganti angkot. Meninggalkan seluruh penumpang angkutan dan tentunya dua anak itu.

Beberapa hari kemudian, di waktu yang sama dan selepas momen yang sama, saya kembali menaiki angkot abu-abu itu. Dan apa yang terjadi? Saya bertemu kembali dengan anak itu!
Kali ini ia bersama temannya, tapi aku tak memperhatikan apakah itu teman yang sama dengan yang sebelumnya atau bukan? Yang jelas, lagi-lagi anak itu mengobrol seru sambil memakan jajanan yang ia beli. Tanggapanku tetap sama, hmm.. gawat juga anak semuda ini udah termakan gaya pergaulan yang lebih dewasa, yang kupikir belum lazim untuk anak seusia mereka. Aku jadi sedikit sedih. Tapi mudah-mudahan rokok atau yang lainnya yang lebih buruk belum menyentuh anak-anak ini.

Jadwal lesku datang lagi. Dan lagi-lagi ketika aku pulang, aku bertemu dengannya, di angkutan yang sama. Kal ini ia sendiri. Ia terlihat begitu santai dan tanpa beban. Pada saat inilah, aku mulai berpikir. Aku sudah tiga kali bertemu dengannya, di angkutan yang sama, di kisaran waktu yang sama. Aku yakin.. pasti ada sesuatu di balik skenario ini. Tak mungkin ini semua hanya kebetulan! Tapi, apa sesuatu itu? Hikmah apa yang ingin Allah sampaikan kepadaku? SINYAL apa yang ingin Allah berikan kepadaku? Apakah mungkin, di kemudian hari, anak ini akan menjadi seseorang yang penting untukku? ATau mungkin, anak ini harus kuajak untuk menjadi adik binaan ku dan teman-temanku di KARISMA ITB (Keluarga Remaja Islam Salman ITB), yang memang bergerak di bidang pembinaan remaja? Atau aku sendiri yang diminta Allah untuk memberikan sesuatu buat hidupnya, memberikan sesuatu manfaat atau suatu yang positif, begitu? Hmm, aku tak tahu, Itu semua masih rahasia-Nya. Tapi satu hal yang aku YAKINI saat itu adalah: YA, ada sesuatu. Ada suatu pesan atau SINYAL dari-Nya. Sinyal tentang 'hubungan'-ku dengan si anak ini. Karena sekali lagi, aku yakin ini semua sudah ia rancang sedemikian rupa. Pertemuan kami yang hingga tiga kali, di tempat dan kisaran waktu yang sama, saya yakin, sama sekali bukan merupakan kebetulan. Semua pasti sudah dirancang-Nya!

Apalagi ada tambahan peristiwa yang begitu mengagetkanku sore itu!
Saat angkot sudah berjalan beberapa menit, tiba-tiba masuk seorang pemuda jalanan. Karena sedikit penuh, ia langsung duduk di pintu. Pemuda itu sangat mengagetkanku, karena penampilannya - mohon maaf - seperti orang yang -ah entah apa namanya - sedang sakau atau habis make atau, fly mungkin lebih tepat.... serius, dan di detik ini, saya ketakutan. Baru pertama kali ini saya melihat sendiri penampakan seperti itu.
Siswa SMP itu pun demikian. Ia memang tak menunjukkan mimik ketakuan yang besar, tapi jelas terlihat dari gesturenya bahwa ia kaget dan heran dengan kehadiran lelaki itu. sekali-kali ia melirik heran ke arah lelaki yang tiba-tiba mengeram sendiri, tiba-tiba lemas sendiri di pintu angkot sambil bersenderan. Tapi beberapa menit kemudian, ia sudah tak ambil pusing dengan lelaki itu. Ia duduk seperti biasa, selayaknya tak ada kejadian apa-apa. Tinggal aku yang masih ketakutan, bagaimana nanti ketika aku turun, jangan2 dia mengejarku (serem-_-).

Peristiwa ini jelas makin membuatku berpikir. Adakah pemuda tadi ada hubungannya dengan pertemuanku dengan anak SMP ini? Kalau ada, huuff.. apakah hubungannya?

Lalu, apa pesan atau sinyal itu?

Hari ini, aku kembali menjalankan rutinitas jadwal les-ku. Hingga sore tiba dan aku harus bergegas pulang. Saat itu, angkutan umum berwarna abu-abu sedang sepi. Sedikit sekali yang lewat, dan sekalinya lewat, pasti penuh :(. Namun, Alhamdulillaah, aku berhasil mendapatkan satu angkutan yang - walau sudah penuh - aku diminta supir untuk duduk di depan saja. Namun sebelum aku naik dan membuka pintu depan. Pandanganku kembali tertuju pada seorang siswa putih biru yang duduk di ujung kursi, pas di samping pintu masuk angkot bagian belakang. Ya, anak itu lagi. Oh, Allah, sinyal apakah ini??
Tadi, pandangan kami sempat beradu. Dan dari pandangannya, bisa kutangkap sebuah kalimat yang menyatakan bahwa ia sudah mengenaliku. Ia tahu bahwa aku adalah si perempuan yang beberapa kali satu angkot dengannya, di waktu yang sama. Apalagi hari ini, aku menggunakan pakaian yang sama dengan yang kupakai saat bertemu dengannya di lain hari.
Aku naik ke depan, dengan pikiran tetap terfokus pada rangkaian skenario ini. Sambil terus memikirkan kira-kira apa maksud Allah membuat cerita seperti ini?
Ketika orang di sebelahku turun, otomatis aku yang memang kurang suka duduk di kursi depan, langsung turun dan pindah ke kursi belakang. Ketika aku masuk, jreeeeng, tepat di seberangku, ada seorang perempuan muda yang sedang memuntahkan sebagian isi perutnya ke dalam kresek hitam. Mohon maaf sekali lagi, ia mengingatkanku dengan pemuda yang seperti sakau tempo hari itu. Walaupun mungkin yang ini bukan sakau.
Perempuan ini menundukkan kepalanya terus menerus, tak pernah ia mengangkatnya. Kaos kakinya bolong di bagian jempol, dan ah.. aku tak mau menerka-nerka lagi. Aku takut meneruskan pikiranku, dan aku pun tak mau berpikir yang bukan-bukan tentang mengapa perempuan muda ini berlaku demikian di depan umum.
Pandanganku beralih ke siswa SMP itu. Ia tetap cuek seperti biasa, walau - aku tak tahu juga sih ya - mungkin ia sempat terheran juga dengan tingkah laku perempuan muda ini saat pertama kali masuk ke angkot. Siswa itu tetap anteng sabil memakan kwetiaw jajanannya.

Ketika aku turun dan hendak mengganti angkot, lagi-lagi aku berpikir. Ya Allah, ini keempat kalinya aku bertemu dengan anak itu, di tempat yang sama dan kisaran waktu yang sama. Dari ratusan pelajar di kota Bandung, yang mungkin sekolah di tempat yang sama dengannya dan pulang di waktu yang sama, dengan jurusan angkutan yang sama, aku yakin seharunya mungkin banyak yang akan kutemui sesering ini seperti ia. tapi mengapa cuma ia yang aku temui sampai empat kali, dan dua di antaranya dibarengi dengan peristiwa aneh dan agak menyeramkan - buat saya -.
***

Sampai titik ini, saya ingin bertanya pada sahabat-sahabat semua. Adakah sabat-sahabat yang memiliki pendapat tentang sepotong skenario hidupku ini? Mungkin aku lebay menanggapinya, tapi entahlah, aku tetap yakin bahwa ada suatu pesan dari serangkaian skenario ini, ada sebuah sinyal dari-Nya, yang aku belum tahu apa maksudnya.

So, anyone has an opinion about this?
Jazakumullaah khair.
semoga kita selalu bisa menjadi orang yang lebih peka terhadap semua sinyal-sinyal-Nya, Aamiin YRA.
Wallahu a'lam bish-shawaab.

Minggu, 11 Agustus 2013

The Power of Forgiveness – Dulu dan Sekarang


Assalaamu’alaikum..
Sahabat, kali ini insya Allah saya akan membahas tentang salah satu 7 karakter powerful Nabi Muhammad SAW, seperti blog saya sebelumnya. Yup, masih dari sumber buku yang sama, yaitu “Powerful Muhammad SAW, 7 sebab yang jarang diungkap dari pengaruh luar biasa seorang Muhammad SAW” karya M. Sonny Sandhy.

Jika sebelumnya kita membahas tentang menjadi pendengar yang baik, maka sifat yang akan dibahas kali ini adalah bahwa Nabi Muhammad SAW selalu memaafkan orang lain terlebih dahulu. Beliau tidak pernah menaruh dendam pada orang yang menyakitinya.
Sebut saja pada peristiwa Fathu Makkah. Dimana, saat itu kaum kafir Quraisy sudah ketakutan akan pembalasan apa nih, yang kira-kira akan dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Tapi ternyata, setibanya Nabi di Makkah, Nabi malah menyebarkan rahmat dan cinta kasih kepada orang Mekkah yang selama ini memusuhinya dan ingin menhancurkannya. Pada saat itu Rasulullah SAW memaafkan mereka semua seraya berkata: “Siapa yang masuk ke dalam Masjidil Haram dia selamat. Dan siapa yang masuk ke dalam rumah Abu Sufyan dia juga selamat.”

Hal serupa dapat juga kita temui pada kisah penduduk Thaif. Ketika Nabi Muhammad SAW dilempari batu oleh penduduk Thaif, Nabi hanya mengatakan, “Sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti..”, dan ketika malaikat menawarkan untuk mengubur penduduk Thaif dengan gunung, beliau menolak. Beliau malah mendoakan, “Semoga akan lahir anak keturunan mereka yang menyembah Allah...”.
Nah, ternyata memaafkan yang dicontohkan Nabi ini benar2 memiliki power yang luaar biasa dalam hidup kita! Tak pandang manusia itu agamanya apa, bangsanya apa, sukunya apa.. Gak percaya? Let’s check this out!

Sahabat-sahabat, semalam baru saja saya menonton “Mario Teguh Golden Ways”. Di edisi kemarin, pak Mario membawa tema “menjadi manusia bernilai”. Menjelang sesi akhir, beliau menampilkan sebuah video. 

Apa isi videonya?
Dikisahkan dalam video tersebut, seorang lelaki yang mendapatkan hukuman penjara karena kasus pembunuhan. Malam itu ia sedang mengendarai mobil dalam keadaan mabuk. Walhasil, ia menabrak dua orang perempuan hingga tewas. Akibat peristiwa inilah, ia dihukum penjara selama 20 tahun. Kedua orangtua dari masing-masing korban pun merasa puas karena menurutnya, hukum sudah berjalan dengan sangat adil pada si lelaki. Namun, tiba-tiba kabar baik muncul. Sang lelaki dikabarkan bahwa hukumannya dipotong sampai setengahnya! Ya, lama waktu hukumannya berkurang menjadi 10 tahun saja. Tentu saja hal itu mengagetkan si lelaki, walaupun tentu ia sangat senang mendengarnya. Lalu, siapakah gerangan yang mengajukan pemotongan lama hukuman itu?

Tak lain tak bukan adalah orangtua dari korban. Ajaib, Ibu anak itu berkata, “aku telah memaafkannya.”
Jika kita hanya mendengar satu kalimat itu, mungkin menurut kita itu biasa. Tapi lihat kemudian alasan dan efek yang terjadi setelah ia memaafkan (kata-kata udah diedit, tapi intinya sama):
“Awalnya memang saya sangat marah dengannya. Tapi setelah saya pikir, menyimpan marah dan dendam di hati ini tidak akan mengubah apa yang telah terjadi. Yang rugi adalah diriku sendiri, karena seumur hidup sampai aku mati nanti yang tersisa hanyalah perasaan benci, marah, yang sangat tidak nyaman. Malah setelah aku memaafkannya, aku lega. Hidupku terasa nyaman, dan tak ada perasaan yang tertahan.”

Dan tahukah kau kawan? Kini, ibu korban dan si lelaki itu bekerja sama untuk mengisi acara-acara seminar di sekolah. Seminar tentang apa? Seminar tentang ‘Bahaya Mengendarai Mobil dalam Keadaan Mabuk’.
Si lelaki yang telah dimaafkan merasa senang, dan ia kini benar-benar mengakui kesalahannya dulu dan meminta maaf pada ibu korban. Sekarang, sejalan dengan ibu korban, ia pun tak ingin ada kejadian serupa yang terulang. Itulah yang kemudian memotivasinya untuk tetap mengisi seminar dari sekolah ke sekolah bersama sang ibu korban. Subhaanallaah!
Yang awalnya saling benci dan bermusuhan, kini berbalik menjadi kawan seperjuangan dalam menyebarkan kebaikan!!!

Kawanku, ini terjadi di barat sana. Saya memang tidak tahu beliau berdua Muslim atau bukan, karena dalam video memang tidak ditunjukkan identitas agamanya. Namun, yang bisa kita ambil adalah betapa sikap memaafkan terlebih dahulu itu sungguh mulia, serta mempunyai power kebaikan yang sangaaat kuat baik untuk yang memaafkan atau pun yang dimaafkan! Bayangkan, bayangkan, jika seluruh manusia di dunia ini terbiasa bersikap seperti ini. Insya Allah, dunia akan damai sentausa. Dan satu hal yang mendasar yang ditunjukkan dari bukti ini adalah, sikap memaafkan ini menunjukkan fitrahnya manusia. Bahwa pada dasarnya manusia itu baik, tidak tahan dengan yang namanya kejahatan. Maka normal sekali kalau orang yang saling bertengkar dan membenci, pasti tidak akan tenang hidupnya. Karena di dalam lubuk hatinya, ia saaangat tidak menginginkannya.

Yuk, mari belajar jujur terhadap diri sendiri, bahwa kita tak bisa hidup dengan penuh kebencian :). Mari sama-sama belajar saling memaafkan demi terciptanya kehidupan yang damai, insya Allah :)
Wallaahu a’lam bish-shawaab.
Wassalaamu’alaikum.
"Act what you can act, Allah will do the rest!"

Belajar Bersabar, Belajar Mendengar, Belajar Menyimak :)

Assalaamu’alaikum! J
Kekawan sekalian, beberapa hari kemarin, saya baru selesai membaca buku karya M. Sonny Sandhy yang berjudul Powerful Muhammad SAW (7 Sebab yang Jarang Diungkap dari Pengaruh Luar Biasa Seorang Muhammad SAW).

Buku ini ini mengulas tentang 7 karakter Nabi Besar Muhammad SAW yang membuat dakwah beliau begitu powerful sampai menjadi orang berpengaruh nomor satu di dunia.
Keseluruhan isi buku ini dibagi menjadi 7 bab sesuai masing-masing karakternya. Setiap bab diselingi oleh opini dari para tokoh dunia barat yang mengagumi keluhuran sikap Nabi Muhammad SAW, sebut saja Michael H. Hart, John William Draper, Mahatma Gandhi, David George Hogarth, Washington Irving. Hal ini turut membuktikan bahwa keagungan karakter dan kepribadian Nabi Muhammad SAW memang sudah diakui dunia, tak pandang bangsa dan agamanya.

Nah, salah satu karakter tersebut adalah pendengar yang baik, tidak berbicara kecuali yang bermanfaat.
Menurut penulis, banyak sekali orang (apalagi Indonesia) yang senang berbicara, ingin didengar dan diperhatikan. Tapi sedikit sekali di antara kita yang mau mendengar perkataan orang lain secara seksama dan penuh simpati, serta tidak memotongnya. Padahal kita semua sudah tahu bahwa kita dianugerahi dua telinga dan (hanya) satu mulut. Dimana itu mengindikasikan bahwa seharusnya kita memang lebih banyak mendengar daripada berbicara. Karena sesungguhnya banyak bicara itu bisa menjadi pintu gerbang kesalahan dan dosa. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Mas’ud r.a., “...Tidak sesuatu pun di dunia ini yang lebih berhak untuk ditahan dalam waktu yang lama daripada lidah.” Ucapan (lidah) kita bila tidak ditahan sangat dapat menjadi pintu bagi kesalahan dan dosa.

Dalam buku ini dicontohkan sikap Rasul sebagai pendengar yang baik adalah ketika Utbah bin Rabi’ah diutus kaum Quraisy untuk bernegosiasi. Rasulullah dengan sabar dan penuh perhatian terus mendengarkan perkataan Utbah hingga ia benar-benar selesai. Bahkan sebelum Nabi memulai perkataannya, ia menanyakan terlebih dahulu pada Utbah, “sudah selesaikah, wahai Abdul Walid?” Ketika berbicara pun, Nabi hanya berbicara seperlunya. Beliau hanya menyebutkan beberapa ayat Al-Qur’an dan meminta Utbah menentukan sikapnya. Di akhir cerita, ketika Utbah menyampaikan apa yang baru terjadi kepada orang2 kafir Quraisy, orang2 kafir tersebut malah berkata, “kau telah disihir oleh perkataannya.”

Sahabat-sahabat, ketika kita menjadi pendengar yang baik, bukan berarti kita diam pasif atau tidak mempunyai sesuatu untuk disampaikan. Justru ketika kita menjadi pendengar yang baik, kita sedang melakukan aktifitas 'diam aktif', dan saat itulah seorang pembicara yang hebat akan lahir. Karena dengan kita mendengarkan lawan bicara dengan penuh perhatian, kita bisa mengenali lebih dalam dan detail tentang bagaimana sebenarnya masalah atau informasi yang ia sampaikan. Lebih jauh lagi kita pun bisa melihat bagaimana kepribadian si lawan bicara. Alhasil, ketika tiba waktunya kita merespon (berbicara), kita bisa sampaikan informasi yang lebih akurat.
Informasi pun kita sampaikan dengan metode dan cara yang tepat, yang dapat diterima dengan mudah oleh si lawan bicara, karena kita sudah tahu kepribadian/sifat lawan bicara kita seperti apa. Dengan menjadi pendengar yang baiklah, kata-kata yang kita ucapkan bisa menjadi lebih powerful dan ngena, tidak asal-asalan, seperti kata-kata Nabi Muhammad SAW yang sangat powerful. Pendengar yang baik juga sudah pasti merupakan pembicara yang baik. Maka dari itu, yuk kita sama-sama belajar dan bersabar untuk menjadi pendengar yang baik J.

Wallaahu a’lam bish-shawaab.
Wassalaamu’alaikum J

Act what you can act, Allah will do the rest”

Senin, 05 Agustus 2013

Jangan mau investasi buat KESEHATAN!

Bismillaahirrahmaanirrahiim...
Assalaamu'alaikum Sahabat! Semoga selalu dalam keadaan sehat dan penuh keberkahan, Aamiin. Tulisan ini dibuat hanya untuk saling mengingatkan antar manusia (berarti saya juga hehe). Mudah-mudahan setelah baca tulisan ini, ada nilai positif yang bisa sahabat2 ambil. Aamiin. Oke. Capcus..

SREEEENG (Bunyi Tirai dibuka-kayak mau nonton layar lebar-)
**********************
[BUKAN TULISAN ILMIAH]

Sahabat, pernah dengar kata SEHAT?
Apa sih artinya?
Hm, kalau kata salah satu dosen patofisiologi (ilmu yang mempelajari tentang kondisi tubuh saat kondisi abnormal alias sakit, mulai dari awal mula penyakit, proses, sampai akibatnya) di kampus saya, SEHAT itu kondisi seimbang antara MIND, BODY, and SOUL. Itu artinya tubuh dalam keadaan normal. Normal itu gimana? ya normal, tidak ada gangguan dalam sistem dan kerjanya. Kalau bagi teman2 kedokteran atau farmasi atau Biologi, bayangan tentang bagaimana keadaan tubuh yang normal itu bisa dipelajari di mata kuliah Anatomi-Fisiologi Manusia (Anfisman). Eits, tapi bukan hanya tubuh saja loh, sesuai tiga kata tadi, maka pikiran dan jiwa kita pun harus dalam keadaan normal.

WIDII, susah dong ya kalau mau dibilang SEHAT?
Jangan-jangan, kita semua di sini masih tergolong kelompok orang sakit lagi? Tubuh sehat tapi hati galau #ups. Hehe. Bisa jadi-bisa jadi.

Tapi ngomong-ngomong, kenapa sih ujug-ujug saya ngomongin sehat?
Jadi gini, sahabat-sahabatku, hm.. sebenarnya inspirasi tulisan ini datang setelah saya membaca sebuah buku tentang Menikah!

Loh? Kok?
-_-

Jadi mau ngomongin nikah nih?
BUKAN! BUKAAN! (--> game Indonesia Pintar)
Terus mau ngomongin apa?
Sesuai judul, ngomongin KESEHATAN!

Ya! Buku karya teh Foezi Citra (@fufuelmart) dan suami, kang Canun Kamil (@canunkamil); Romantic Couple, Relationship Trainer, yang saya baca ini berjudul "Menikah Itu Mudah" (coba di-googling kalau yang belum tahu).
Lalu apa hubungannya dengan KESEHATAN?
Oh ada.. Di salah satu bab dalam bukunya, dibahas suatu topik tentang kesehatan. Yang dampaknya itu membuat saya merenung lebih lama tentang kebiasaan saya dulu (makanya pas baca bukunya, saya serasa ditampar hehe), dan kebiasaan beberapa teman-teman saya di kampus, Masjid Salman, dan sekitarnya. (Apalagi mengingat saya adalah seorang mahasiswi di bidang kesehatan! Nah Lo... jadi malu plus 'serasa' nambah beban aja). Emang apa sih yang dibahas? Hmm, tentang investasi untuk hidup SEHAT.

Langsung mulai aja ya. Tapi sebelumnya, sisi SEHAT yang mau saya bahas kali ini insya Allah lebih ke sisi BODY, daripada MIND and SOUL. Yuk kita simak! :)
***
Pernah gak sih sahabat sekalian merasa, betapa gagahnya, betapa kuatnya, betapa sehat dan bugaarnya kita di masa muda?

Ya, seperti sekarang ini! Kita masih muda. Masih segaar bugar. Semua aktifitas kita lahap. Ada yang dari jam 7 pagi sampai jam 11 malam full of activity. Agendanya?
Pertama ikut aktifitas A dari kampus, aktifitas B dari organisasi Z, aktifitas C dari komunitas Y, aktifitas dari tempat kerja paruh waktu, dan seterusnya dan seterusnya.
Itu pas masih kuliah (biasanya para aktifis ya? tapi yang aktifis akademik juga bisa sih kayak gitu-Laboratory Mode On-hehe). Belum lagi kalau sudah kerja. Waah, bisa lebih jontor-jontoran lagi.

Pokoke, Semangat 45 deh menjalani semua aktifitas itu!
Kerja keras, peluh keringat, tulang yang patah gara2 dibanting (kan istilahnya banting tulang ya? #eh hehe --> maaf #salahfokus), udah jadi hal yang biasa. Sampai perut lapar pun terabaikan. Ya, ini niiih masalah yang biasa banget terjadi di kalangan muda mudi. Apalagi usia-usia mahasiswa, yang katanya masa-masanya kelebihan energi.

Makan pagi/siang/malam sering dilewat gitu aja, bablass.. Kadangkala ada teman yang mengingatkan, dijawabnya, "Hehe, gak apa-apa kok. Udah biasa. Di-rapel juga sering, hehe." (Rapel: dua waktu makan digabung ke satu waktu, misal: makan pagi digabung ke makan siang).
Ini mungkin masih mending karena minimal masih ada asupan, nah lo, kalau yang sama sekali gak ada asupan gimana??
"Gue kuat kok! Nih buktinya sehat-sehat aja!"

Ya iya sih.. Masih kuat, ya, memang masih kuat. Kan masih muda juga!
Dan hal seperti itu terus berlanjut, bahkan beranjak jadi sebuah kebiasaan.
Kita teeruus bekerja keras demi mendapatkan kebutuhan kita, impian kita dan capaian lainnya. Tanpa kenal lelah, bahkan tanpa kenal sehat..

Lalu ketika usia tua sudah mulai menyapa, apa yang kita lakukan?
Biasanya, banyak yang ketika sudah tua, kesehatan mulai menurun. Jreng jreng, penyakit-penyakit kecil mulai datang. Dari batuk-batuk kecil, eeh, kok ternyata batuknya jadi sering, tiap hari muncul.. Atau yang tiba-tiba sering jatuh. Lambat laun, ternyata penyakit-penyakit kecil itu, berkembang menjadi sebuah penyakit yang... mematikan. Haduh, Na'udzubillaahimindzaliik..
Kalau sudah seperti itu, ngapain lagi selanjutnya?
Ya, tentu kita akan berusaha mati-matian untuk menyembuhkannya! Dengan cara apa? Oh, banyak cara dong.. Pergi ke dokter, beli obat sana-sini, konsultasi gizi, atau pengobatan tradisional. Gak sembuh? Cari lagi cara laain! Tapi mahal? Biariiin. Keluarin aja semua uang, pokoke papa harus sembuuh!!! (ini lebay, ceritanya ala sinetron hehe).
Yap! Kita bakal banting tulang ngeluarin semua duit, bahkan tabungan kita untuk mengobati sakit tersebut. Harapannya kita bisa segera sembuh dan berkumpul kembali dengan keluarga dengan tenang.

Hmm, kalau kita pikir-pikir kembali, itu berarti..

di WAKTU MUDA tadi, yang pas semangat-semangatnya kerja+berkarya, sebenarnya kita lagi INVESTASI untuk membiayai SAKIT di masa tua dong??

IYA! Bisa jadi, bisa jadi!
Laah, rugi dong kita?
Rugi banget sih sebenarnya.......

Ya terus gimana?
Nah, maka dari itu, ungkapan, "Mencegah itu lebih baik daripada mengobati" itu bener banget loh, sahabat.
Ketika muda tadi misalkan, mungkin, karena keuangan masih pas-pasan, atau belum punya penghasilan sendiri, itu juga yang menyebabkan kita jadi berhemat super ketat hehehe. Tentunya objek penghematan yang paling oke adalah biaya makan! Gak aneh makanya kalau banyak sekali yang suka rapel waktu makan, atau sama sekali gak makan.

Bahaya gak sih?
Sebenarnya, gak begitu bahaya. Kalau itu tidak menjadi sebuah kebiasaan. Tapi kalau sudah jadi kebiasaan? Ya bahayaaa..
Seminimal-minimalnya, jika sedang tidak puasa/shaum, makanlah. Makannya gak harus nasi kok. Bisa roti atau buah. Atau cukup telor 3 biji digado hehe. Terus harus tiga kali sehari? Iya.. Biasakan tiga kali sehari. Pagi-siang-malam.
Biayanya? Biaya itu sebenarnya bisa ditekan, bisa diakali. Apalagi yang mahasiswa. Waaah, pasti jagonya ini kalau soal penghematan. Bisa dengan mencari tempat yang memang menawarkan biaya paling murah, atau dengan menu kombinasi yang dapat menekan biaya makan secara drastis (hehe). Atau yang paling enak, yaaa... ikut acara, terus cari gratisan!
di ITB contohnya. Kantin yang paling murah di mana?
Kalau setahu saya, hingga sejauh ini, yang paling murah untuk makanan berat ada di kantin Salman ITB. Kalau kita makan di kantin dalam kampus ITB, makanan berat paling murah 6000 (eh atau 7500 ya?). Itu juga kadang bukan paket lengkap, atau ada yang menunya bubur. Atau nasi kuning yang pake kotak plastik tea, harganya 4000-5000an. Cuma kadangkala itu gak bersih dan ada saja yang (maaf) sudah lewat tanggal baiknya.
Kalau di Salman? Wiih, insya Allah kurang dari 5000 kita udah bisa makan lengkap nasi-lauk-sayur. Gak percaya? Ya harus percaya.
Ini salah satu kombinasi menu yang saya coba, dan harganya di bawah 5000! >> Nasi setengah porsi, tempe goreng/mendoan, sayur (sayur sop, pokoknya jangan sayur yang aneh2 hehe).
Kalau gak kenyang gimana? apalagi yang laki2, biasanya kan ngambil nasinya segunung hehe. Ya itu dia, harus dibiasakan agar nasi segitu cukup. Insya Allah cukup kok, karena sebenarnya tubuh kita itu gak terlalu  butuh banyak nasi, kan?? Kalau kebanyakan nasi bisa jadi malah kebanyakan glukosa dan jadi risiko diabetes. Dan hati-hati, akibat lainnya kalau input energi (alias bahan makanan) lebih besar daripada output (energi yang kita keluarkan untuk beraktifitas), ya bisa jadi.. timbunan lemak. Karena energinya gak kepake. Sehat atau gak? Bisa sehat, bisa gak.

Cara lainnya biar tetap sehat, tapi hemat?
Shaum? Bisa jadi kok. Tapi shaumnya kalau bisa memang benar2 diniatkan karena ibadah sunnah ya. jangan hanya karena mentang2 mau hemat uang. dan jangan keseringan juga, sampe setiap harii weekdays gitu..(kecuali  bulan Ramadhan hehe). kalo rutin senin-kamis tiap minggu masih oke kok :)

Sekarang coba kita hitung biaya yang kita keluarkan untuk makan dalam seminggu??
Sampaikah puluhan juta, sahabat??
Saya yakin insya Allah gak. kecuali kalau biaya makannya dihitung untuk 20 tahun. Ya mungkin aja lebih dari puluhan juta hehe.
BANDINGkan dengan biaya yang harus kita keluarkan bila hal itu sudah terlanjur menjadi penyakit. Wih, bisa nyampe puluhan juta itu, apalagi kalau sampai harus operasi dan sebagainya.... See? Insya Allah tidak MAHAL, bila diBANDINGkan dengan akibat yang akan kita dapatkan di hari tua. Gak usah hari tua deh, kita gak pernah tahu loh, mungkin aja masih di usia 20an, penyakit bahaya itu sudah datang.

Contoh lainnya..?
Ini mungkin untuk yang sudah kerja dan punya penghasilan tetap.
Seringkali kita masih meremehkan yang namanya "General Check-Up".
Padahal, dengan melakukan General Check-Up, itu merupakan tindakan preventif kita dari penyakit-penyakit bahaya tadi. Preventif itu apa? Tindakan pencegahan! Ya, dengan melakukan General Check-Up, itu berarti kita sudah melakukan salah satu langkah deteksi dini..Deteksi gejala/tanda-tanda penyakit sejak awal, sebelum ia membesaar, membesaar, dan berrbahaya. Kalau udah tahu sejak si penyakit masih kecil manfaatnya apa? Ya tentu saja kita bisa menjaga si penyakit itu supaya gak makin membesar. Asik aja atau asik banget??
Insya Allah, asik banget!

Sekarang, biaya check-up berapa?
Insya Allah kisarannya ratusan ribu sampai juta (tapi tidak sampai belasan atau puluhan juta).
Mahal? Mungkiin..
Tapi, jika kita BANDINGkan dengan biaya pengobatan penyakit yang sudah membesar??
Biayanya bisa sampai puluhan juta.
Mana yang murah, General Check-Up di masa muda, atau menunggu sampai sakit membesar dan membayar puluhan juta?

you DECIDE!

:)

So, mulai sekarang, gak ada salahnya kita coba LATIH dan BIASAkan untuk mau INVEST hidup SEHAT. Bisa disesuaikan dengan kondisi keuangan kita kok. Gak perlu yang maksa-maksa juga. Masing-masing dari kita pasti tahu ukuran yang terbaik buat kita, bisa dihitung2 dan dipertimbangkan sendiri.
ya sudah yuk, kita mulai..
Mulai dari hal terkecil.
Mulai dari diri sendiri, gak usah nunggu orang lain ngerjain..
Mulai saat ini juga.
Mulai dengan BASMALAH :)

Cara-cara di atas tadi belum cukup? Tenang, insya Allah, kalau niatnya memang baik, kalau niatnya untuk bersyukur atas nikmat tubuh dan kesehatan ini, akan ada banyak jalan untuk memperjuangkannya.

Seimbangkan juga diri kita dengan aktifitas olah pikir dan olah ruhiyah (MIND and SOUL). Biarkan otak kita dipenuhi pikiran yang positif dan membangun, hindari berpikir negatif. Jadwalkan juga amalan yaumiyah secara rutin, agar diri ini tak pernah lepas dari-Nya.

Demi masa depan yang lebih SEHAT, CERIA, KUAT, so pasti kuat berkarya dan beramal juga, Aamiin...
Siap?
Siiiiap INSYA ALLAH!
:)

Wallahu a'lam bish-showab.
Wassalaamu'alaikum.
*Aliya Nur Zahira* @azahira

Senin, 24 Juni 2013

Two-Way Learning: Mau dapat 50% atau 90%?? :D

Assalaamu'alaikum.
Hehe. Sedikit berbagi lagi.. Hm, saya lagi kepikiran tentang metode belajar. Alhamdulillaah, kemarin2 sempat dapat kesempatan belajar dari trainer bidang pendidikan berbasis International NLP (Neuro-Linguistic Programming), kang Surya Kresnanda :D.
Mungkin kita udah sering denger ya.. Katanya belajar itu lebih enak kalo dua arah. Kalo satu arah malah bikin ngantuk, bosen, walhasil gak ngerti.
Hehe, insya Allah itu gak salah. Nyatanya, berdasarkan hasil penelitian sekitar tahun 1983 (siapa penelitinya agak lupa, ada Anderson-nya aja.. Insya Allah abis saya cek lagi, nanti saya post Di comment ya hehe), dengan one-way learning, paaaling MAKSIMAL, kita dapat pembelajaran hanya 50%nya SAJA. Jadi pemahaman kita ya hanya separuhnya juga.
Tapii kalau pake two-way learning, MINIMAL kita dapat pembelajaran 70%. Maksimal 90%. Nah dengan apa persentase itu didapat?
70% pembelajaran manusia didapat dari "DO" (melakukan), daan 90%nya dari "SAY&DO" (katakan Dan lakukan). Maka ketika kita berani belajar dengan mempraktekkannya, tentu kita akan mendapatkan pembelajaran+pemahaman yg lebih baik daripada mereka yang hanya duduk mendengarkan apalagi hanya membaca teorinya. Lalu, jika kita gabungkan antara "katakan Dan lakukan" (bisa didefinisikan dengan mengajarkannya kembali; atau kalau saat sedang belajar, biasanya ketika guru/trainer sedang memberi materi lalu beliau tiba2 meminta kita untuk mengulang perkataannya, Di situ kita juga bisa dapat "SAY"-nya), insya Allah kita akan dapat 90%.
Subhanallaah, Di Islam sendiri, ilmu yang diamalkan pun sangat diutamakan ya.. Artinya selain memang ketika kita mengajarkan orang lain, orang tersebut akan mendapatkan manfaatnya, Allaah Sudah tahu bahwa kita pun akan mendapatkan manfaat yang lebih besar dari itu (selain pahala yang tak putus tentunya). Hal ini juga yang mungkin sering membuat kita merasa bahwa semakin kita sering mengajarkan ilmu  kita pada orang lain, semakin mantap pula ilmu yang kita miliki tersebut, malah sama sekali tidak mengurangi ilmu kita tersebut :).
Hehe, so, mulai sekarang biar semua pelajaran yang kita dapatkan (baik pelajaran akademik Di sekolah, ataupun pelajaran hikmah kehidupan, hehe) lebih efektif, Mari marrri maksimalkan two-way learning! Katakan Dan Lakukan!!!

Wallahu a'lam.
Wassalaamu'alaikum.
Aliya Nur Zahira.

The Most Effective Learning

Assalaamu'alaikum Wr. Wb.

Udah lama sebenarnya pengen ngepost tentang ini. Saya tiba2 keinget ttg satu hal tentang pembelajaran waktu ngeberesin buku2 pelajaran SMA.

Belajar dari Kesalahan? Pernahkah kita melakukannya. Hmm, kalau salah insya Allah semua juga pernah ya hehehe.. Nah terus pernah gak kita menyadari satu hal dari kesalahan tsb???

Selama ini, kadang kita sering mengeluh.. Kenapa sih susah banget belajar A, B, C atau D.. ? Udah belajar sih, tapi sebulan kemudian udah lupaa -_- atau ngeluh karena kok kita kyknya lupa terus ya Mau ngelakuin sesuatu? Misal, setiap kita Mau cuci piring kita lupaa terus ngebersihin sisa ampas/sampah2 bekas makanan yang nyangkut di saringan. Tapi begitu kita dapet kejadian kayak tiba2 suatu pagi pas kita bangun, seorang bapak kecoa lagi duduk anteng di sana. Dan apa yang akan kita lakukan?

"Aaaaa!!"
Mungkin itu reaksi yg kita keluarkan hhe. Terus sedetik kemudian, kita langsung berubah jadi manusia terajin. Hhe. Langsung ngusir kecoa, terus buru2 bersihin si tumpukan ampas sampeee bener2 bersih, kalau bisa kayak baru lagi hehe.
Abis itu?

Naaah. Ini dia nih.. Biasanya kalau kita abis kena pengalaman buruk kyk gini, yg terjadinya gara2 kesalahan kita, memori kita bakal mengingatnya lebih kuaaat dari pada kejadian yg normal2 aja.. That's why, setelah itu kita gak lagi males ngebersihin ampas cuci piring langsung setelah cuci piring. Karena begitu nunda2, langsung deh keinget bapak kecoa tadi hehe.

Saya pun sering kejadian hhe. Contohnya mulai dari kegiatan akademik saya akan lebih mudah mengingat pelajaran yang waktu ujian (atau pas ngapalinnya) salah. Begitu juga Hal lainnya. Kayak pas kesasar, salah lewat jalan, otomatis setelah itu kalau ketemu jalan itu lagi sy bakal inget banget Dan gak Mau lagi lewat jalan itu karena buntu misalkan.

Kira2 dari sini apa hikmah yg bisa diambil? :) hehe. Tentunya, insya Allah bahwa setiap kejadian pasti ada hikmahnya. Misalkan yg insiden bapak kecoa tadi. Hikmahnya adalah setelah kejadian itu kita jadi orang  yang lebih memperhatikan kebersihan rumah, karena gak Mau lagi kejadian itu terjadi.
Hikmah lainnya, bahwa sebenarnya kita tak perlu takut salaaah! Yeah! Hhe. Karena ketika kita salah, justru pada saat itulah sebenarnya kita sedang belajar sesuatu, belajar untuk jadi lebih baik. Kayak Di soal akademik tadi. Ketika kita memberanikan diri maju ke depan, terus jawabannya salah, jgn khawatir, guru/teman2 kita akan membenarkan jawaban kita. Di saat itu, kita looh yg dapat pembelajaran paling besar hehe. Termasuk ketika salah atau merasa gagal melakukan public speaking Di depan umum. Justru pada saat kita merasa gagal itulah, masukan dari orang lain (bahkan dari yang lebih ahli) akan banyak berdatangan. Dan hasilnya? Kalau kita mengikuti saran2 yang baik, insya Allah kemampuan Public speaking kita pun akan semakin baik.

So, jangan takut bertindak (as long as it is a good action!). Jangan takut salah! Because you will be the luckiest person on that time, insya Allah! :D

Selamat beraktifitas, selamat berkarya!

Wallahu'alam.
Wassalaamu'alaikum Wr. Wb.

Aliya Nur Zahira.

Rabu, 29 Mei 2013

Karena piring kosongmu membawa senyum Di wajah mereka!

Bismillaah.
Assalaamu'alaikum sahabat. Good evening, everyone! Malam ini saya Mau berbagi sedikit cerita, yg mudah2an membawa banyak inspirasi. :D Aamiin yaa..

Ceritanya, Sudah tiga harian ini saya berkesempatan untuk pulang ke rumah a.k.a pulang kampung ke Banten. Alhamdulillaah malam ini ada rejeki untuk bisa menikmati makan malam Di sebuah restoran khas itali yg beken banget di kalangan orang Indonesia (apa coba hayo?hhe).

Singkat cerita saya dan keluarga berangkat. Hingga Kami hampir selesai makan, tak ada sesuatu yang 'menggelegar' (bahasanya agak lebay-_-") terjadi. Sampai ketika Ayah saya terkejut, "Ya Allaah..".
Serta merta saya kaget dan ikut menoleh ke arah tatapan beliau. Oow, ternyata yang dilihat beliau adalah.... Pengumuman IPK saya! Hayaah, maaf salah fokus -.- (ketawan lagi deg2an nunggu huehehe). Oke, serius lagi.

Jadi, ternyata yang dilihat Ayah saya adalah petugas restoran yang sedang memasukkan sisa-sisa makanan pengunjung ke dalam plastik. Jreeng..saya pun ikut terperangah.

Yang jelas, petugas itu bukan Mau ngebekel makanannya, tapi memBuang sisa2 makanan itu.
Oke, mungkin itu hal yang biasa-pake-banget terjadi, apalagi Di restoran2 ya.. Tapi Kali iniii.. Oh please bgt, yang dibuang teh banyaak pisan. Dan itu makanannya enaak-dan mahal-bgt.. Salah satu pasta keriting2 (aduh maaf lupa namanya), dibumbui keju mozarella leleh, daging, dan kekawannya..
Beneran itu bukan ampasnya yang dibuang (cem irisan bawang, sisa bumbu). Tapi makanannya utuh, dengan porsi banyak. Saya sampe bilang gini, "wah serius-serius,mending buat saya mas, mending buat sayaaa.." (yg jelas saya ngomong gini gak Di depan mas-nya, tapi Di samping bapak saya). Selain pasta itu, beberapa pesanan lain juga ada yg ikut terbuang.. Hmm, aduh sayang banget yaa :'((

Mengingat kawanan (kayak buronan aja) yang tadi duduk Di meja itu adalah sekelompok mbak2 muda usia 20an, mama saya berpendapat, "itu uang orangtuanya mungkin yang diabisin..dibuang2..". Ayah saya ikutan, "itu nraktir ngabisin gaji pertama kali ya tuh..".
Mama saya menimpali, "ya Mau ditraktir juga sakit hatilah yang nraktirnya kalo gak diabisin gitu. Minimal dibungkus gitu.."

Oke, terlepas dari semua itu, Mau benar atau salah dugaan kami, ada satu poin penting yamg saya dapatkan malam ini.
Alhamdulillaah fenomena tadi menjadi pengingat untuk saya dan keluarga saya, bahwa betapa kita tidak bersyukur kalau membuang2 makanan (nikmat) yang Sudah Allah berikan pada kita. Betapa kita sombong jika dengan mudahnya uang yang ada, kita belanjakan sia2.. Ffuh..Na'udzubillaah. Walaupun, kejadian seperti cerita tadi seringkali terjadi Di kehidupan sehari2, tapi tak ada salahnya sebagai manusia kita terus berusaha untuk mengeliminasinya.
Yuk, mulai dari sekarang, bismillaah.. Mari kita menjadi manusia yang lebih bersyukur thdp segala nikmat-Nya, menghargai orang yang udah ngebuatin makanan itu sampe keringatan mungkin (gak netes kan ya?huee), serta membuat senang sang pemilik/manager restoran sampai sang petugas yang membersihkan meja kita.

Mungkin kita tidak pernah tahu bagaimana perasaan petugas yang membersihkan meja kita, ketika melihat makanannya masih bersisaa banyak dan dgn berat hati ia harus membuangnya gitu aja ke plastik sampah.
Hmm... Ya saya memang tidak tahu. Mungkin saja petugas itu biasa aja, karena udah terlalu sering terjadi. Jadinya yaa..buang ya buang aja. 'saya juga abis ini masih banyak kerjaan, gak pnya waktu buat prihatin sama makanannya.'  tapi mungkin sajaaa... Petugas itu teramaat sedih melihat sisa2 makanan lezat itu terbuang gitu aja.. Miris, kesal, na'udzubillaah kalo sampe petugasnya malah jadi ngutuk2 si pengunjung.. Waah kalo udah gini, repot kan.., bisa jadi dosa dong buat si doi yang ngebuang makanannya. #1 dosa karena udah buang2 makanan a.k.a gak bersyukur, #2 dosa karena udah ngebuat orang lain sedih...

So, kenapa gak kita latih Dan biasakan dari sekarang untuk tidak lagi membuang-buang makanan!! Kalau sekiranya kita tidak akan sanggup menghabiskannya, ya jangan ambil banyak2, ambillah dulu secukupnya. Kalau ternyata masih kurang, baru ambil lagi.. Bukankah begitu kata Rasul?

Besides, there is another thing that we can earn from not remaining the food......>>

Kita bisa jadi agen pengembang SENYUM di wajah mereka! :) :) :) Ya, mereka yang mungkin tidak kita kenal, mereka yang mungkin tidak kita sadari betul keberadaannya.. Para petugas itu :D Bayangkan betapa senangnyaa mereka, betapa gembiranya mereka ketika melihat makanan yang kita pesan, habis.. Betapa senang mereka, ketika melihat piring tempat makanan kita bersih.. Begitupun sang koki, betapa bahagianya mereka ketika makanan yang ia buat habis ludeees dimakan sama pembelinya :)

Karena berbagi senyuman itu indah, indah itu jika berbagi kebahagiaan dengan orang lain, dan membahagiakan orang lain itu mendatangkan pahala. Siapa yang Mau memperbanyak tabungan pahala? :)

#berbagilah, maka kita akan berhati. -Teman saya.

Wallahu'alam.
Wassalaamu'alaikum Wr. Wb.

@azahira.
*an Educator Wannabe. Aamiin.*
*Race Jannah With Your Passion!*